Pola Pertanian Terintegasi di Lahan Sempit (<1000 m)
Pertanyaan pembantu
- Apa itu pola pertanian terpadu/terintegasi?
- Berapa luas lahan yang dibutuhkan?
- Komoditi apa saja yang dapat dipadu padankan dalam satu ruang kelola?
- Bagaimana membagi ruang untuk berbagai jenis komoditi dalam satu ruang kelola?
- Berapa estimasi modal yang dibutuhkan untuk memulai nya?
- Berapa Estimasi pendapatan keluarga petani dari lahan < 1000 m
Apa itu pola pertanian terpadu/terintegasi?
Cerita miris tentang petani kita seakan tidak ada habisnya, kemiskinan dan stigma sosial yang merendahkan kaum tani selalu ada dalam setiap babak cerita tentang petani nusantara. Disisi lain kita juga sering mendengar berita tentang trilyun dana digelontorkan dengan label bantuan untuk kaum tani. Bukankah itu sesuatu yang Kontradiktif ???
Salah satu yang sering juga dikeluhkan dan digambarkan sebagai salah satu indikator petani gurem adalah kepemilikan lahannya yang tidak lebih dari 0,3 ha/keluarga tani yang kemudian disusul dengan kebijakan reforma agraria, berharap dan berdoa saja bahwa kebijakan RA tersebut salah satunya untuk diberikan kepada kaum tani yang minim lahan tersebut.
Tapi pertanyaan mendasar kali ini, selain banyaknya program pemerintah yang salah sasaran serta kurang tepatnya pendekatan dan strategi pelaksanaan di lapangan, apakah lahan yang minim menjadi penyebab utama kaum tani tidak mampu beranjak untuk bahkan memenuhi kebutuhan dasar keluarganya sendiri?
Fakta lapangan menunjukan banyak keluarga petani yang memiliki lahan >0,3 ha juga belum mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya. Artinya kepemilikan lahan yang minim bukan satu-satunya faktor penentu soal kesejahteraan keluarga tani. Ada beberapa pakar kampus dan lapangan yang melihat soal manajemen kelola usaha tani dari keluarga petani yang cenderung menjadi masalah terbesarnya, seperti ketepatan pemilihan komoditi yang akan ditanam, penerapan pola pengelolaan lahan, serta methode budidaya.
Salah satu yang menjadi sorotan saat ini untuk menunjang keberhasilan usaha tani keluarga petani yang memiliki lahan sempit adalah dengan memaksimalkan pengelolaan lahan melalui pola pertanian yang terintegrasi. Secara harfiah, pertanian terintegrasi adalah pola pertanian yang saling mendukung antara satu komoditi dengan komoditi yang lainnya, sehingga biaya produksi dapat ditekan seminimal mungkin dengan memanfaatkan komoditi lainnya yang ditanam dan atau dikelola secara bersamaan dalam satuan lahan petani. Termasuk didalamnya bagaimana pengendalian hama terpadu (PHT) dapat dilakukan dengan memadukan keselarasan antar tanaman atau dengan bahasa ;ainnya teknik tumpang sari yangn saling menjaga dan menguntungkan.
- Berapa luas lahan yang dibutuhkan?
Dalam pola pertanian teritegrasi, lahan yang dibutuhkan dapat bervariasi tergantung bagaimana petani mau men set-up pola pertaniannya serta berapa input yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga petani. Yang perlu diperhatiakan adalah lahan yang ada harus di set up dengan memperhatikan input jangka panjang (tahunan), jangka menengah (bulanan) serta jangka pendek (harian/mingguan).
Jika yang ingin dikelola adalah kambing/domba untuk jangka panjang, unggas atau ikan untuk jangka menengah serta sayuran umur pendek untuk jangka pendek, maka dengan lahan 0,1 ha sudah bisa memenuhi kebutuhan keluarga petani.
Point penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pertanian terintegrasi adalah efektifitas penggunaan lahan, bukan luasan. Karena dengan luas diatas 1 ha pun jika tidak efektif perencanaan dan pengelolaannya akan menjadi tidak maksimal.
- Komoditi apa saja yang dapat dipadu padankan dalam satu ruang kelola?
Untuk komoditi yang dapat diusahakan dalam pola pertanian terintegrasi hakekatnya tidak ada batasan, dapat disesuaikan dengan potensi yang ada di lingkungan setempat. yang terpenting adalah komoditi yang akan dikelola tetap harus dibagi dalam 3 kluster (tahunan, bulanan dan harian) serta keterhubungan yang saling mengisi dan saling menguntungkan antar komoditi baik dalam hal pemanfaatan komoditinya maupun dalam upaya pengendalian hama secara alami.
Contoh pilihan komoditi yang dapat dikelola dan memiliki keterhubungan antar komoditi:
- Pilihan komoditi utama yang harus ada
- Jangka panjang : kambing (breeding/penggemukan), sapi/kerbau (penggemukan)
- Jangka menengah: ikan (patin, nila, mas, lele) atau unggas (bebek pedaging, ayam kampung)
- Jangka pendek: bebek petelor, sayur umur pendek (bayam, kangkung, caisim)
- Komoditi pelengkap
- Tanaman herbal yang diperlukan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, berfungsi sebagai penyuplai kebutuhan dapur dan juga dibutuhkan untuk menjaga kesehatan ternak; kunyit, jahe, salam, serai, sirih, kencur, belimbing, pepaya, jambu batu.
Beberapa fungsi dari tanaman herbal dan buah untuk peternakan dan pertanian:
- Kunyit, sebagai bahan untuk memperbaiki pencernaan dan menambah nafsu makan hewan ternak.
- Jahe, sebagai penghangat dan juga untuk membantu memperbaiki metabolisme tubuh ternak
- Daun sirih, untuk obat luar pada luka atau kudis yang dialami ternak
- Tanaman buah (belimbing, pepaya dan jambu batu), selain sebagai penyumpai kebutuhan vitamin keluarga petani juga buah yang busuk bisa dijadikan sebagai suplemen bagi ternak dan juga untuk memperkaya unsur hara pada proses komposting.
- Serai, selain untuk kebutuhan dapur, juga bisa dipakai untuk mengatasi patah tulang pada ternak
Dalam prakteknya seluruh komoditi herbal tersebut akan lebih baik jika diproses melalui fermentasi hingga memunculkan enzimnya. Dengan teknik ini maka petani memiliki stok untuk perawatan ternak untuk jangka waktu tertentu.
(teknik pembuatan fermentasi herbal akan diulas pada tulisan yang lain)
Produk turunan dari komoditi utama yang dapat dijalankan secara bersamaan;
- Pupuk padat organik: dengan bahan utama dari kotoran hewan ternak, sisa pakan ternak, dengan penambahan berbagai macam bahan organik lain penghasil hara makro (NPK), hara mikro, ZPT serta mikroorganisme aktif. Dalam skema integrated farming pupuk ini untuk mensuplai kebutuhan pupuk tanaman sayur dan juga dapat dijual kelebihannya.
- Pupuk cair organik;dengan bahan utama dari urine kambing dengan penambahan bahan organik lainnya yang mengandung hara makro, mikro, ZPT dan mikroorganisme aktif. Dalam skema integrated farming pupuk ini untuk mensuplai kebutuhan pupuk tanaman sayur serta dapat dujual ke petani dari kelebihan produksinya.
- Ternak Cacing tanah (lokal/kalung atau LR). Cacing tanah sebagai sumber protein (cacing yang dikeringkan mengandung 60-70-% protein) untuk kebutuhan pakan ternak dikelola dengan memanfaatkan kotoran kambing/sapi sebagai media ternaknya. Hasil dari ternak cacing ini akan menghasilkan 2 produk turunan yakni kascing (pupuk) dan biomass cacingnya itu sendiri sebagai sumber protein untuk kebutuhan pakan ternak (kambing/ bebek, ayam kampung, ikan)
- Ternak ayam kampung; ayam kampung dengan 3-5 induk dapat dipelihara untuk memenuhi kebutuhan protein keluarga, dengan teknik semi liar (kandang litter). Induk dibiarkan liar dalam ruang tertentu hingga menetaskan telurnya. Setelah menetas, anak ayam (DOC) dipelihara secara intensif (kandang khusus dengan pemberian pakan bernutrisi tinggi) hingga 1 bulan. Setelah satu bulan anak ayam dikeluarkan dari kandang khusus dan diliarkan tetap di kandang litternya. Sebagai sumber pakan dapat didapat dari limbah pakan ikan, cacing tanah, limbah sayuran serta kotoran kambing. Dengan skema ini kita tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan utuk membeli pakan.
- Kolam ikan; untuk memenuhi protein keluarga, selain dari ayam kampung yang dipelihara juga bisa didapatkan dari ikan (beraneka jenis) dari kolam yang ada. Fungsi kolam selain sebagai media pemeliharaan ikan pada umumnya juga sebagai media penampung dari afkiran benih ikan patin yang dibudidayakan. Kolam juga berfungsi sebagai penampung sisa (limbah) dari pakan ikan atau ayam, sisa makan penjaga budidaya juga dapat menjadi sumber air untuk menyiram tanaman sayur yang dibudidaya.
- Bagaimana membagi ruang untuk berbagai jenis komoditi dalam satu ruang kelola?
Dalam perencanaan ruang di lahan pertanian terintegrasi yang perlu dirancang pertama adalah: a). Apa saja komoditi yang akan dikelola; b) list infrastruktur pendukung yang harus ada seperti tempat istirahat pengelola, gudang peralatan, gudang pakan dll.; c) klasifikasi jenis komoditi yang membutuhkan sirkulasi udara penuh dan paparan sinar matahari penuh, sehingga dalam penempatan akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing komoditi; d). Perhatikan juga faktor keterhubungan antar komoditi, seperti kandang kambing yang feses dan urinnya akan dikelola harus dekat dengan gudang komposter, atau kolam sebagai penampung limbah pakan dan bahan buangan lainnya harus berada pada siklus terakhir dalam alur drainase lahan.
Contoh penataan ruang usaha pertanian terintegrasi (DeKARSYA farm)
Berapa modal yang dibutuhkan untuk memulai pola terintegrasi ini?
Jika berdialog dengan masyarakat, sering kali kita menjumpai bahwa modal selalu menjadi alasan dibalik ketidak berdayaan masyarakat dalam mengelola lahan pertaniannya, dan sebagai mentor atau fasilitator kadang kita juga agak kesulitan untuk menjawab dan memberikan alternatif yang bisa ditempuh dengan modal kemandirian.
Mari kita coba untuk mengkalkulasi berapa modal yang dibutuhkan masyarakat untuk memulai mengolah lahan secara terintegrasi dengan memaksimalkan potensi yang dimiliki warganya:
Jika pilihan komoditi yang akan dikelola adalah: 1. Kambing sebagai tabungan (pendapatan jangka panjang); 2. Ayam kampung sebagai pendapatan jangka menengah dan sayuran umur pendek sebagai pendapatan harian. Maka kalkulasi modal operasional sebagai berikut:
- Untuk tabungan kita bisa mulai dengan sepasang kambing/domba kampung, atau bisa juga 2 ekor kambing betina. Untuk kepentingan pacek (mengawinkan) bisa meminjam pejantan tetangga. Harga kambing kampung untuk 2 ekor betina kisaran Rp. 1.500.000.
- Untuk pendapatan bulanan, jika pilihannya adalah ayam kampung, bisa kita mulai dari 4 ekor induk yang siap kawin dan satu pejantan. Total biaya untuk pembelian 5 ekor ayam tersebut sekitar Rp. 250.000
- Dan untuk pendapatan harian, jika kangkung dipilih sebagai komoditinya, maka kita butuh benih pertama untuk lahan sekitar 400 m2 sebanyak 1 kg dengan harga Rp. 60.000
Sehingga total biaya yang dibutuhkan untuk memulai pola pertanian terintegrasi ini cukup dengan Rp. 1.810.000
Apa saja produk turunan yang masih bisa diolah?
Dengan skema seperti diatas, produk turunan yang masih bisa kita olah untuk dimanfaatkan kembali dalam pola pertanian terintegrasi adalah:
- Kompos padat dari kotoran kambing dan ayam untuk kepentingan pemupukan tanaman sayur
- Pupuk cair organik dari urine kambing, untuk kepentingan pemupukan susulan tanaman sayur
- Cacing tanah jenis cacing kalung (pheretima aspergillu) untuk kebutuhan protein pakan ternak serta untuk kebutuhan obat herbal keluarga. Cacing ini bisa didapatkan dengan mudah disekitar lahan warga terutama dibawah kandang kambing
- Ikan konsumsi dari kolam yang dibuat sebagai penampung limbah pakan dan pengatur hidrologi kandang
Lalu bagaimana dengan kebutuhan untuk infrastruktur pendukung, seperti kandang kambing, kandang ayam dan pagar keliling lahan?
Untuk pembuatan infrastruktur tersebut, kita bisa mengakalinya dengan potensi yang ada di sekitar kandang atau yang banyak bahannya di kampung seperti:
- Keliling kandang bisa dipakai pagar hidup dengan menancapkan potongan dahan atau batang yang cocok untuk pagar dan juga berfungsi sebagai pensuplai makanan untuk ternak kambing seperti batang gamal, lamtoro, batang singkong dll.
- Untuk kandang, dapat memanfaatkan kayu bekas bongkaran rumah atau saung. Atau bisa juga pakai bambu atau potongan dari tanaman tertentu yang banyak di kampung.
- Pembuatan kolam dan bedengan bisa dilakukan sendiri oleh petani
Bagaimana untuk mendukung operasional, terutama pemberian pakan ternak dan pupuk tanaman kangkung?
Disinilah fungsi pola pertanian terintegrasi bicara, dimana keterkaitan antar komoditi diperhatikan, sehingga kalaupun harus ada yang dibeli, maka jumlahnya relatif kecil. Berikut penjelasannya:
- Kambing hanya memerlukan pakan yang bisa kita ambil dari sekitar kandang dan juga dari lahan yang banyak rumput di sekitar kampung. Sehingga cos operasionalnya hanya cukup tenaga saja. Jika jumlah kambing semakin banyak maka bisa dipakai pola pakan fermentasi dengan tetap memakai bahan yang ada di sekitarnya dan untuk membuatnya hanya diperlukan tambahan bahan yang sedikit seperti garan, gula, dedak dan mikroorganisme lokal.
- Ayam kampung, untuk pakannya bisa dengan hasil dari tanaman yang ditanam seperti ubi singkong, jagung lokal yang ditanam di pinggiran lahan, sisa/sampah dapur, cacing yang dipelihara sebagai pensuplai protein. Sesekali perlu beli dedak atau bahan pendukung pembuatan pakan lainnya dalam jumlah yang tidak terlalu banyak.
- Kangkung darat, untuk kebutuhan pupuknya bisa kita pakai produk sendiri yakni feses kambing dan ayam yang sudah difermentasi untuk pupuk dasar serta fermentasi urine kambing untuk puppuk daunnya. Untuk kebutuhan pengendalian hama kita bisa memakai dari tanaman herbal yang ditanam seperti kunyit, serai, jahe dll.
Berapa estimasi pendapatan yang bisa diperoleh petani?
Dengan pola, jenis dan jumlah awal komoditi yang dibudidaya, dapat kita estimasikan pendapatan petani sebagai berikut:
- Tabungan, yang bisa mulai kita manfaatkan hasilnya di awal tahun ke empat. Perhitungannya sebagai berikut: kambing/domba kecil/kampung dalam 3 tahun bisa beranak sampai 4 kali. Dengan asumsi sekali beranak rata-rata 1,5 ekor (karena kambing biasanya beranak 1 – 2 ekor), maka dengan 2 induk dikali 4 dikali 1,5 ekor = 12 ekor kambing/domba. Jika dirata-rata harga per ekornya 1 juta, maka tabungan petani sudah 12 juta dari 2 ekor kambing yang dipelihara selama 3 tahun. Jika ingin dikembangkan, petani bisa menjual hasilnya 50% atau 6 ekor dan sisanya dibiakan kembali untuk dikembangkan lebih banyak.
- Pendapatan jangka menengah dari ayam kampung. Dengan perlakuan tambahan yakni pengeraman memakai alat penetas, dan pemeliharaan semi intensif maka dalam satu tahun, ayam kampung dapat bertelur 8-9 siklus, jika diasumsikan per siklus ayam dapat bertelur rata-rata 10 butir dan yang menetas 8 butir, maka dari 4 induk ayam dalam setahun didapat: 4 ekor x 8 ekor x 8 siklus = 256 ekor ayam kampung, dan jika dikali rata-rata harga per ekor adalah Rp. 30.000, maka petani akan mendapatkan penghasilan sebanyak Rp. 7.860.000
Catatan: masa pemeliharaan ayam kampung semi intensif selama 3 bulan, untuk teknis pemeliharaan ayam kampung yang mudah akan dibuat bahasan tersendiri.
- Pendapatan harian dari tanaman kangkung. Dari lahan 400 m2 dapat menghasilkan 800 kg kangkung organik segar. Jika teknik budidayanya disetup panen setiap hari, maka per hari petani akan didapatkan hasil 20-25 kg per hari. Jika kangkung organik ini dapat dijual Rp. 5000/kg nya maka akan didapat Rp. 100.000 – 125.000 per hari. Dengan catatan petani bisa menjual langsung ke konsumen, tidak melalui pengepul.
Untuk skala medium, berapa pendapatan yang bisa didapatkan oleh petani:
Jika usaha permulaan dengan modal yang minim serta proses belajar yang terus dari praktik lapangan dilakukan oleh petani, maka setelah 3 tahun bisa ditingkatkan skala usahanya ke skala medium. Dengan semakin banyaknya kuantiti yang dipelihara, maka tentu saja teknik dan polanya sedikit berubah, seperti pakan kambing jika jumlahnya sudah diatas 10 ekor, maka kita bisa memakai pakan fermentasi. Ayam jika jumlahnya sudah diatas 50 ekor, maka pakannya harus dibuat dengan memakai teknik yang lebih memudahkan dengan tidak melupakan kandungan nutrisi pakan. Sama halnya dengan kangkung, jika kuantitinya sudah semakin banyak, maka sistem pengelolaan serta pemasarannya harus diperhatikan agar kangkung yang dipanen setiap hari tetap bisa terjual habis.
Sehingga jika bicara pendapatan untuk skala yang lebih besar tentunya bisa berkali lipat dari pendapatan skala kecil. Intinya coba dulu skala kecil dan setelah itu mari kita kalkulasi dan praktekan skala mediumnya, dijamin hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan petani sekeluarga.
Nah menarik bukan jika lahan kita dikelola dengan baik???