Aksi Petani: Desak Kapolda Jateng Hentikan Kriminalisasi

SIARAN PERS

JATENG LUMBUNG KRIMINALISASI: PAGER TANI DESAK KAPOLDA JATENG HENTIKAN KRIMINALISASI

Massa aksi bentangkan poster hentikan kriminalisasi terhadap petani Dayunan, Kendal dan Sumberrejo, Jepara

Persatuan Gerakan Rakyat Tani Jawa Tengah (PAGAR TANI) mengeluarkan seruan aksi menolak praktik kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan dan petani yang semakin marak terjadi di berbagai wilayah Jawa Tengah. Aksi ini digelar pada Senin, 17 November 2025, bertempat di Polda Jawa Tengah hingga Kantor Gubernur Jawa Tengah, dan Kantor Gubernur Jawa Tengah. PAGER TANI Jawa Tengah ini merupakan aliansi yang di dalamnya terdapat Organisasi Tani, Organisasi Pejuang Lingkungan, Mahasiswa dan Jaringan Masyarakat Sipil yang berada di Jawa Tengah.

Aksi kali ini bertajuk “Jawa Tengah Lumbung Kriminalisasi”. Tajuk ini sejatinya merupakan bentuk kritik atas masifnya kriminalisasi yang menimpa Kaum Tani, Rakyat, Pejuang Lingkungan dan Mahasiswa di Jawa Tengah. Aalih-alih menjadi Lumbung Pangan, Jawa Tengah tak ayalnya seperti sebuah wilayah yang mempersempit dan bahkan mengekang segala bentuk upaya perjuangan warga, dan membalas upaya perjuangan warga dengan berbagai instrument hukum.

Sepanjang tahun 2025 terdapat 6 Petani dari Dayunan-Kendal dan Pundenrejo-Pati serta 3 Pejuang Lingkungan dari Sumberrejo Jepara yang kini sedang menghadapi Kriminalisasi. Sehingga kini terdapat 9 petani dan Pejuang Lingkungan yang menjadi korban. Data ini belum termasuk Mahasiswa dan Masyarakat Sipil lainnya di Jawa Tengah yang juga sama menjadi korban.

Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) jelas menyatakan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat dipidana maupun digugat secara perdata. Serta sederet norma hukum lainya yang melindungi para pejuang lingkungan dari jerat kriminalisasi.

Namun kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Para petani, warga desa, dan pembela lingkungan kerap dihadapkan pada intimidasi, pelaporan sepihak, hingga kriminalisasi atas upaya mereka mempertahankan tanah, air, dan ruang hidup dari ancaman kerusakan lingkungan. Praktik semacam ini, jika dibiarkan, merupakan bentuk penyalahgunaan hukum sekaligus ancaman nyata terhadap demokrasi dan hak asasi warga negara.

Dalam kasus Kriminalisasi terhadap 3 Pejuang Lingkungan di kabupaten Jepara kini sudah ditahap penyidikan, berdasarkan surat No.. Upaya lanjutan dari kepolisian merupakan presenden buruk bagi perjuangan terhadap lingkungan hidup dan pengabaian terhadap hak konstitusional warga. Warga Sumberrejo Jepara kini sedang berhadapan dengan Tambang CV Senggol Mekar yang akan memperparah kerusakan, seperti hilangnya sumber mata air, tanah longor, pendangkalan Sungai, banjir dan lain sebagai. Namun alin-alih mendapatkan perlindungan dari negara, Aparat Kepolisian justru lagi-lagi tidak jeli melihat bahwa kasus yang menimpa warga sumberrejo adalah bentuk pembungkaman terhadap perjuangan warga.

Pelaporan yang dilakukan CV Senggol Mekar beserta pekerjanya menunjukkan pola SLAPP—penggunaan instrumen hukum sebagai bentuk pembalasan untuk membungkam partisipasi publik. Negara, melalui aparat penegak hukum, seharusnya tidak membiarkan praktik seperti ini berlangsung.

Sementara dalam kasus Dayunan, Kendal, pelaporan terhadap para petani dilakukan oleh entitas yang bahkan tidak memiliki kedudukan hukum sebagai pelapor. PT Soekarli, yang mengklaim lahan-lahan petani, dinyatakan tidak tercatat sebagai badan hukum oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Sejak 1960, tanah-tanah yang diklaim perusahaan tersebut merupakan tanah redistribusi milik warga Dayunan yang kemudian dirampas melalui persekongkolan aparat desa dan pihak perusahaan. Hingga kini tanah tersebut secara administratif masih atas nama warga, beradasarkan  surat keterangan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal Nomor: 305/33.24/VI/2014 Upaya lanjutan dalam proses penyelidikan seharusnya segera dihentikan, pasalnya kini pemerintah Kabupaten Kendal sedang meengupayakan penyelesaian konflik. Tindak lanjut kriminalsiasi terhadap warga Dayunan hanya akan memperkeruh konflik agraria.

Dengan kondisi seperti ini, penggunaan instrumen pidana terhadap petani jelas tidak memiliki dasar. Putusan Peninjauan Kembali yang dijadikan dalih oleh kuasa hukum perusahaan pun tidak dapat dieksekusi karena objek perkara tidak clean and clear, telah berada dalam penguasaan petani, dan berpotensi menimbulkan konflik sosial jika dipaksakan.  Hal ini berdasarkan Pasal 37 Peraturan Menteri ATR/BPN RI No. 21 Tahun 2020

Peraturan perundang-undangan agraria maupun pedoman eksekusi perkara perdata memberikan ruang yang tegas bahwa putusan semacam itu tidak boleh dilaksanakan. Dalam konteks penyelidikan pidana, Surat Edaran Kapolri No. SE/7/VII/2018 sudah mengatur bahwa ketika fakta tidak memadai dan peristiwa bukan merupakan tindak pidana, penyelidikan seharusnya dihentikan.

Dengan maraknya kriminalisasi di Jawa Tengah, PAGAR TANI menegaskan bahwa kriminalisasi terhadap warga Sumberrejo, Dayunan  dan Pundenrejo adalah bagian dari pola SLAPP yang berbahaya bagi demokrasi dan lingkungan hidup. Kepolisian Daerah Jawa Tengah diharapkan menjunjung asas keadilan, kemanfaatan, serta perlindungan terhadap pembela lingkungan sebagaimana diatur dalam Permen LHK No. 10/2024 dan Perkap No. 6 Tahun 2019. Menghentikan penyidikan dan penyelidikan bukan hanya langkah hukum yang tepat, tetapi juga bentuk tanggung jawab negara dalam memastikan rakyat tidak dihukum karena membela ruang hidupnya.

Berdasarkan hal tersebut kami PAGER TANI JAWA TENGAH menyatakan:

  1. Menuntut kepada Kapolda Jawa Tengah untuk menghentikan semua proses penyidikan dan Penyelidikan petani dan Pejuang Lingkungan.
  2. Menuntut Kepada Kapolda Jateng untuk mendesak Kapolres Jepara untuk mengehntikan proses penyidikan;
  3. Menuntut kepada Komnas Ham dan Komnas Perempuan untuk memastikan perlindungan terhadap petani dan Pejuang Agraria yang dikriminalisasi;

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *