Menghadapi Cuaca Tidak Menentu, WALHI Jateng Adakan FGD Pengurangan Resiko Bencana

Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan Penguatan Konservasi Mangrove”dilaksanakan pada Rabu, 28 Agustus 2025, bertempat di Balai Pertemuan RW 16, Tambakrejo, Tanjung Mas, Semarang. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat pesisir dalam memahami risiko bencana, memperkuat sistem mitigasi, serta mendorong peran mangrove sebagai benteng alami dalam menghadapi ancaman rob, abrasi, dan bencana hidrometeorologi. Kegiatan ini diikuti oleh 30 peserta yang terdiri dari perwakilan masyarakat Tambakrejo, pengurus RT/RW, kelompok siaga bencana (KSB), organisasi perempuan pesisir, kader posyandu, kelompok mangrove serta kelompok peduli lingkungan.
FGD menghadirkan dua pemateri utama, yaitu Bapak Riyanto dari BPBD Kota Semarang yang menyampaikan materi tentang fenomena banjir rob, serta Bapak Tris Adi Kuncoro dari BMKG Provinsi Jawa Tengah yang membawakan materi mengenai sistem peringatan dini cuaca dan potensi bencana hidrometeorologi.
Kegiatan FGD berlangsung dengan susunan acara sebagai berikut:
- Paparan materi oleh narasumber
- Diskusi dan tanya jawab
- Diskusi kelompok
- Pleno hasil diskusi kelompok
- Penyusunan rekomendasi bersama
BPBD Kota Semarang menekankan bahwa banjir rob semakin meluas pada periode 2024–2025, dipengaruhi oleh penurunan muka tanah, perubahan pola cuaca, dan kenaikan muka laut. Dampaknya mencakup kerusakan infrastruktur, krisis air bersih, kerusakan ekosistem, hingga masalah kesehatan masyarakat. BPBD menegaskan bahwa langkah mitigasi harus segera dilakukan dengan melibatkan masyarakat dan memperkuat koordinasi lintas sektor.
BMKG Provinsi Jawa Tengah menjelaskan pentingnya sistem peringatan dini dalam mengurangi risiko bencana hidrometeorologi. Informasi cuaca dapat diakses melalui aplikasi Info BMKG maupun koordinasi dengan BPBD. Masyarakat diajak untuk memahami perbedaan musim kemarau dan hujan, serta bagaimana adaptasi dilakukan melalui literasi informasi cuaca dan kesiapsiagaan komunitas.
Dalam sesi tanya jawab, warga ibu-ibu menyoroti isu kerentanan perempuan pesisir terhadap rob, kebutuhan informasi prakiraan cuaca yang lebih mudah diakses, hingga keterlambatan komunikasi dalam penyebaran informasi kebencanaan. Nelayan juga berharap adanya informasi terkait tinggi gelombang dan arah angin yang dapat membantu dalam aktivitas melaut. BPBD dan BMKG menanggapi dengan menekankan pentingnya akses aplikasi Info BMKG, peningkatan komunikasi antarwilayah, serta penyediaan titik kumpul evakuasi.

Peserta dibagi dalam kelompok untuk mengidentifikasi dampak kebencanaan yang dihadapi masyarakat, antara lain: abrasi, rob, badai, gelombang tinggi, banjir kiriman, kebakaran, dan cuaca ekstrem. Dari hasil diskusi, beberapa solusi yang diusulkan meliputi:
- Peninggian jalan dan pembangunan tanggul
- Penanaman mangrove untuk mencegah abrasi
- Normalisasi sungai dan perbaikan drainase
- Bank sampah dan pengelolaan limbah
- Pelatihan kebencanaan berbasis komunitas
- Penyediaan APAR dan peralatan keselamatan di tiap RT/RW
- Alternatif ekonomi bagi nelayan saat paceklik
Dari hasil pleno, FGD menghasilkan rekomendasi utama:
- Perlunya dukungan bagi program Perempuan Tangguh Bencana untuk masuk dalam agenda Musrenbang.
- Penyediaan sarana keselamatan seperti APAR dan pelampung bagi kampung pesisir.
- Peningkatan koordinasi lintas pihak dalam penyebaran informasi kebencanaan.
- Penguatan konservasi mangrove sebagai solusi ekologis terhadap abrasi dan rob.
Kegiatan FGD ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga terkait dalam menghadapi risiko bencana pesisir. Selain itu, mangrove tidak hanya dipandang sebagai pelindung alami dari abrasi dan rob, tetapi juga sebagai bagian integral dari strategi mitigasi bencana berbasis ekosistem. Dengan meningkatnya kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat, diharapkan kawasan pesisir Tambakrejo, Tanjung Mas dan sekitarnya dapat lebih tangguh menghadapi ancaman bencana di masa depan.