Semarang, Kantor Dewan Perwakilan Daerah RI Jawa Tengah — Kegiatan Forum Group Discussion (FGD) dalam rangka Penanganan Banjir Pantai Utara Jawa pada hari Rabu, 24 April 2024, bertempat di Kantor DPD RI Jawa Tengah dimulai pukul 09.00 WIB. Kegiatan ini dihadiri oleh Anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dari Jawa Tengah, Dr. Abdul Kholik dan para staf serta narasumber yang terdiri dari Direktur Walhi Jawa Tengah, Fahmi Bastian; Kepala BBWS Pemali Juana, Harya Muldianto; Kepala Dinas PUSDATARU Jawa Tengah, Eko Yunianto; dan Perwakilan Bupati Kab. Gerobogan, Ahmad Evien; Kab. Pati, Sukarno; Kab. Kudus, Jadmiko; dan Kab. Demak yang diwakili oleh Plt. Ketua Dinputaru Demak, Suryandari. FGD ini turut dihadiri oleh DPUPR, PUSDATARU, Bappeda, lembaga dinas daerah dan media.
Diawali dengan sambutan oleh Abdul Kholik mengenai pentingnya stakeholder penanggulangan banjir dipertemukan dalam pembahasan penanggulangan banjir di pantai utara Jawa sehingga nantinya dapat menemukan titik temu yang harus segera dituntaskan bersama sebagai tindakan preventif masalah banjir kedepannya.
Dilanjutkan pemaparan penanganan serta upaya mitigasi dan solusi dari banjir yang terjadi di pantai utara Jawa oleh masing-masing perwakilan Bupati Kabupaten Grobogan yang memaparkan bahwa Kabupaten Grobogan sangat terdampak pada produksi pertaniannya, Ahmad Evien memaparkan analisis banjir yang terdampak di Grobogan karena curah hujan yang tinggi, belum mampu optimalnya jaringan infrastruktur sumber daya air khususnya pengendali banjir seperti bobolnya tanggul, serta kondisi tutupan lahan dan terjadinya alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian semusim. Ahmad mengusulkan adanya konservasi sumber daya air dan penguatan sistem informasi sumber daya air. Perwakilan Bupati Kabupaten Demak, Suryandari menyampaikan bahwa banjir yang terjadi di Demak merupakan dampak dari banjir di daerah sekitarnya. Salah satu penanganan banjir yang dilakukan di Masjid Agung Demak menggunakan tembok di sekeliling masjid dan dipompanya air keluar. Letak geografis Demak menjadi paling rawan terhadap bencana banjir baik kiriman dari Semarang dan/ atau dari Kabupaten Kudus atau Pati.
Perwakilan Bupati Kabupaten Kudus, Jadmiko menyampaikan bahwa Pemerintah Kabupaten Kudus melakukan normalisasi daerah aliran sungai.
“Banjir karena kondisi alamnya seperti itu” ucap perwakilan bupati kabupaten Kudus.
Jadmiko memaparkan bahwa banjir pati merupakan banjir luapan (yang tiap tahun terjadi) dan banjir bandang.
“Pati merupakan daerah cekungan, kami tidak bisa menolak bencana, tapi kami memitigasi risiko, kalo banjir tau kapan terjadinya karena 80% wilayahnya terancam banjir,” tambah Jadmiko.
Selanjutnya pemaparan dari Walhi Jawa Tengah, Fahmi Bastian, bahwa banjir yang terjadi di pantai utara Jawa terjadi karena perubahan lanskap hulu serta air mengarah ke pesisir yang rusak karena industrialisasi. Masalah ini bukan soalan masalah teknis banjir, namun perlu dipahami secara holistik bahwa masalah ini merupakan depolitisasi banjir berupa persoalan politik tata ruang.
Harya Muldianto, Kepala BBWS Pemali Juana, menyampaikan bahwa konsep pengendalian banjir perlu dianalisis secara mendetail, seperti pengecekan bangunan tanggul yang sudah berdiri sejak tahun 80-an yang secara data saat itu diperlukan 50 tahun untuk dibangun kembali. Harya menanggapi penyampaian Fahmi Bastian persoalan tata ruang, beliau menyoroti pemerintah daerah kabupaten apakah sudah menerapkan tata ruang sebagaimana Zero Delta Q Policy sesuai Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Penjelasan Pasal 99 ayat (3) huruf (c) : “Yang dimaksud dengan ‘Zero Delta Q Policy’ adalah keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai.”
Akan ada rencana pengendalian banjir pada tahun ini melalui Flood Management in North Java Project (FMNJP) yang akan mendapatkan loan dari ADB. Proyek ini akan dilakukan di daerah sungai SELUNA (Sungai Serang, Lusi, Juana) di Kab. Demak, Kab. Jepara, kab. Kudus, Kab. Pati, Kab. Grobogan, dan Kab. Blora. Sementara di Kota Semarang akan ada rencana National Urban Flood Resilience Program (NUFReP).
Kepala Dinas PUSDATARU Jawa Tengah, Eko Yunianto, menyatakan kesepakatan dengan WALHI Jawa Tengah tentang penanganan banjir dan rob bahwa masalah ini tidak dapat diselesaikan secara parsial atau hilir saja.
“Apa yang sebelumnya disampaikan oleh perwakilan bupati memang benar namun perlu dikaji juga masalah ini bukan hanya dari masalah sumber daya air, tapi ada penataan ruang, jalan, air/minum, persampahan. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah sudah mengatur masalah ini secara holistik”, jelas Eko Yunianto.
Terakhir Abdul Kholik menutup dan menyampaikan rekomendasi forum group discussion (FGD) berikutnya untuk disampaikan ke DPR dan kementerian serta mengadakan FGD lanjutan dengan stakeholder yang bersangkutan terhadap penanganan banjir.