Studi Ekologi Proyek Tol dan Tanggul Laut Semarang-Demak?

Mangrove sebagai penghalang air laut dan sandaran perahu
Mangrove sebagai penghalang air laut dan sandaran perahu

Semarang, 16 Januari 2024. Mengikuti seminar soal Giant Sea Wall (Tanggul Laut Raksasa) yang diadakan oleh Kementerian Pertahanan baru-baru ini, Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan di media (15 Januari 2024) bahwa Proyek Tol dan Tanggul Laut Semarang-Demak (TTLSD) yang merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dibangun dengan sudah memiliki studi ekologi. Namun, dalam pemberitaan di media daring, tidak jelas apa yang dimaksud oleh Airlangga Hartarto dengan studi ekologi. Dia tidak menyebutkan dokumennya.

Kemungkinan besar yang dia maksud sebagai studi ekologi adalah dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Rencana Usaha dan/atau Pengintegrasian Pembangunan Tanggul Laut Kota Semarang dengan Pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak yang disahkan pada Maret 2018, yang menjadi salah satu dasar dikeluarkannya Izin Lingkungan Nomor 660.1/32 Tahun 2018 oleh Gubernur Jawa Tengah tentang Rencana Kegiatan Pengintegrasian Pembangunan Tanggul Laut Kota Semarang dengan Pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak Provinsi Jawa Tengah.

Kami, Koalisi Maleh Dadi Segoro (MDS), sudah pernah membedah ANDAL tersebut di atas pada 2019. Kritik-kritik kami terhadap ANDAL tersebut sudah kami gunakan sebagai instrumen untuk penelitian yang hasilnya adalah buku bertajuk “Maleh dadi Segoro: Krisis Sosial-Ekologis Kawasan Pesisir Semarang-Demak”. Waktu itu, kami mengidentifikasi enam kelemahan ANDAL Proyek TTLSD, meliputi:

  1. Secara umum, analisis dalam ANDAL sempit untuk proyek sebesar TTLSD.
  2. Tidak ada konsultasi publik yang melibatkan kelompok kritis.
  3. Kurang mendalam mendiskusikan potensi perubahan arus laut, amblesan tanah, dan kesejarahan banjir rob di Semarang. Dalam hal potensi perubahan arus laut, ANDAL TTLSD mengidentifikasi bahwa perubahan arus laut hanya terjadi pada tahap konstruksi, dan itupun sifatnya hipotetik. Dalam hal penurunan muka tanah, ANDAL gagal melihat pembebanan sebagai salah satu penyebab dominan amblesan tanah. Sehingga, dokumen itu tidak bisa melihat bahwa justru pembangunan TTLSD akan mengkonsentrasikan aktivitas di bagian utara, menambah beban, dan dengan itu justru akan memperparah amblesan tanah. Logika di balik agenda penutupan sungai yang ada dalam ANDAL TTLSD adalah agar banjir rob tidak masuk lewat sungai-sungai. Dalam hal kesejarahan banjir rob, ANDAL TTLSD tidak mengantisipasi masuknya banjir rob melalui sungai-sungai yang tidak ditutup.
  4. ANDAL mengedepankan bahwa proyek TTLSD akan meningkatkan kesempatan kerja, tapi tidak membahas potensi warga yang akan kehilangan pekerjaan akibat TTLSD karena rusaknya hutan bakau dan ekosistem akuatik yang menyebabkan biota pantai/laut yang ditangkap nelayan tidak bisa berkembang.
  5. TTLSD akan menghilangkan akses warga ke kawasan pantai.
  6. ANDAL TTLSD tidak detil dalam menyampaikan darimana bahan urugan untuk pembangunannya akan didatangkan. Ada potensi kerusakan ekologi di Kecamatan Pabelan, Bawen, Kabupaten Semarang; Kaliwungu, Kabupaten Kendal; dan Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan akibat pengambilan material urugan yang digunakan untuk reklamasi wilayah pesisir untuk proyek TTLSD.

Dalam kenyataannya, setelah TTLSD dibangun, meskipun belum selesai, beberapa dampak sosial-ekologis berikut telah kami identifikasi (akan) terjadi:

  1. Resiko banjir di wilayah pesisir akan semakin parah dengan penutupan lima sungai yang direncanakan untuk TTLSD.
  2. Ada sekitar 46 hektar kawasan hutan bakau yang akan terdampak TTLSD.
  3. Hilangnya mata pencaharian para petambak udang dan kepiting di sepanjang wilayah pesisir Semarang-Demak karena berkurangnya kawasan hutan bakau dan pembebasan lahan tambak.
  4. Ada kerusakan wilayah di Kecamatan Pabelan, Bawen, Kaliwungu, dan Kecamatan Toroh, Grobogan akibat pengambilan material urugan yang digunakan untuk reklamasi wilayah pesisir untuk proyek TTLSD. Selain itu, rencana tambang pasir di Laut Jawa, di sebelah utara Jepara, untuk memasok bahan urugan bagi TTLSD, mengancam keberadaan desa-desa di sana, misalnya Desa Balong. Ini menjadi kekhawatiran orang-orang desa karena pengerukan pasir dari bawah laut dalam jumlah banyak dan terus-menerus di Laut Jawa akan menyebabkan pasir pantai bergerak. Desa-desa pantai yang pada dasarnya duduk di atas pasir pantai, akan kehilangan pondasinya ketika pasir pantai di bawah desa bergerak masuk ke lubang pengerukan pasir di Laut Jawa. Dalam jangka panjang, ini sama saja dengan hilangnya desa-desa tersebut.
  5. Perubahan arus laut ke arah timur memperparah abrasi di Wilayah Pesisir Demak. Hal ini menyebabkan banyak warga di Wilayah Kecamatan Sayung seperti Tambaksari, Morodadi, Timbulsloko dan lainnya harus berpindah. Di Timbulsloko, abrasi yang semakin parah mengakibatkan hilangnya tambak-tambak warga, yang juga berarti hilangnya mata pencaharian warga dari sektor perikanan. Rob yang terjadi sudah tidak dapat diprediksi sehingga warga harus terus-menerus berada dalam situasi tidak menentu.
  6. Peningkatan air laut ke arah timur karena adanya perubahan arus air laut, menyebabkan sumur-sumur air tawar di daerah timur TTLSD mengalami intrusi air tawar, ini artinya adalah berkurangnya sumber-sumber air tawar di wilayah timur. Selain itu, di Timbulsloko, Demak, pembangunan TTLSD diduga kuat menyebabkan air bawah tanah yang digunakan oleh warga sebagai salah satu sumber air bersih kondisinya semakin parah (air berwarna coklat).
  7. Semakin parahnya banjir di Sayung, Demak; pembangunan tanggul untuk bagian utara Kota Semarang, yang menurut Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu pada 13 Januari 2024 lalu telah mencapai 62%, mulai menunjukkan dampak buruk bagi wilayah pesisir Sayung, Kabupaten Demak. Warga Sayung Lor, Kecamatan Sayung, menyebut banjir rob setelah ada pembangunan TTLSD bisa mencapai lutut orang dewasa. Berbeda dengan banjir rob sebelum TTLSD di tempat yang sama, yang hanya setinggi mata kaki orang dewasa. Warga Desa Gemulak, pindahan dari Kampung Rejosari, Desa Bedono yang sudah tenggelam, menyebutkan genangan rob sudah sejajar teras rumahnya sejak tiang pancang tol dipasang. Dalam dokumentasi riset MDS di Desa Purwosari Kecamatan Sayung, tepat di dekat titik pintu keluar tol Sayung, beberapa penduduk kehilangan tambaknya yang rusak saat tiang pancang ditanam.
  8. Masih di Sayung, Demak; pembangunan TTLSD juga sudah membawa kekhawatiran bagi para pengojek perahu wisata pemakaman Syech Mudzakir di Tambaksari, Desa Bedono, Sayung. Menurut informasi dari sosialisasi proyek yang diterima para pengojek peharu, kompleks makam yang dikunjungi ribuan pengunjung tiap minggu itu bakal berada di luar tanggul. Para pengojek perahu resah karena terancam pendapatannya berkurang atau hilang sama sekali, karena terbatas jalan menuju makam atau bahkan tertutup sama sekali.
  9. Petambak Kampung Tonosari, Desa Bedono, juga resah karena jika tanggul dibangun, maka akan menghalangi air laut masuk ke tambaknya, yang artinya dia tidak akan lagi bisa bertambak.
  10. Dampak pembangunan TTLSD sudah dirasakan oleh warga di Sayung, dimana pembangunan tersebut menyebabkan warga tercerabut dari kawasan karena adanya relokasi baik yang terencana maupun yang dilakukan oleh warga secara mandiri.
  11. Pembangunan TTLSD mengakibatkan warga yang awalnya tidak merasakan rob, seperti yang berada di Desa Sidogemah saat ini turut pula merasakan, belum lagi kehilangan tanah akibat terendam air (rob) juga menjadi salah satu dampak yang dirasakan warga di Sayung.
  12. Secara kumulatif, dampak dari pembangunan TTLSD, paling dirasakan oleh kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak dan lansia.

Lembaga-lembaga dalam Koalisi Maleh Dadi Segoro:

  1. Rujak Center for Urban Studies
  2. Yayasan Amerta Air Indonesia
  3. Sustainable Development Research Center at the Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang
  4. WALHI Jawa Tengah
  5. LBH Semarang
  6. DPD Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Semarang
  7. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
  8. Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM)
  9. Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA)
  10. Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI)
  11. Komunitas Pekakota
  12. Ekologi Maritim Indonesia (EKOMARIN)
  13. Program Magister Lingkungan dan Perkotaan Unika Soegijapranata

Narahubung: Iqbal Alghofani (Dinamisator Koalisi Maleh Dadi Segoro, kontak: 088806061612)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *