WALHI Jawa Tengah menyampaikan rekomendasi penanganan banjir yang terjadi di Jawa Tengah yang kejadiannya meningkat pesat dari tahun sebelumnya akibat cuaca ekstrem dan krisis iklim kepada DPD RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah di Kantor DPD RI Perwakilan Jateng (22/2) pukul 13.00-16.30 WIB dalam acara FGD “Kerangka SOlusi Penanganan Banjir Jawa Tengah”. Turut hadir dalam acara tersebut Kepala BBWS Pemali Juana, Kepala BPBD Jawa Tengah, DLHK Jateng, BPBD Kendal, Demak, Pati, dan komunitas.
Dalam FGD ini semua bersepakat bahwa penyebab utama banjir adalah akibat alih fungsi lahan daerah atas yang terakomodir oleh tata ruang yang tidak tegas. Alih fungsi lahan daerah atas sebagai segmen hulu sungai harusnya menjadi aspek konservasi bukan pendayagunaan untuk pemukiman, real estate, tambang batuan (galian c) dan peruntukkan lainnya.
Muhammad Adek Rizaldi, ST.,M.Tech, selaku Kepala BBWS Pemali Juana menyampaikan bahwa tata ruang harusnya dapat dikendalikan untuk menjaga daerah hulu.
“Bukan penyesuaian tata ruang namun pengendalian tata ruang dan menegakkan aturan ini. Bukan normalisasi sungai untuk keruk sedimentasi tapi masalah kenapa terjadi sedimentasi. Ini masalah utama yang harus diselesaikan,” terang Adek.
Bergas Catursasi Penanggungan, Kepala BPBD Jateng menganalogikan proses sedimentasi terjadi dengan contoh cerita pasir sederhana.
“Ketika pasir disiram dengan air maka air tadi akan keruh, begitu pula dengan banjir ini. Ketika air banjir cokelat berarti itu membawa sedimentasi dari atas, semakin cokelat dan kental semakin tinggi sedimentasi yang akan terjadi di bawah”, ungkap Bergas.
Penyebab banjir maupun banjir rob menurut Abdul Kholik, Ketua DPD Perwakilan Jateng juga tak lepas dari maraknya alih fungsi lahan. Ada 7 poin lainnya yaitu penurunan permukaan tanah, penggunaan air tanah berlebihan, naiknya permukaan air laut, pembagian kewenangan penanganan sungai, kesadaran masyarakat, dan pemiliharaan infrastruktur pengendali banjir yang minim.
“Kelanjutan dari kegiatan ini akan diadakan diskusi lagi di lain waktu untuk penanganan banjir Jateng 2023-2035. 2035 karena diprediksi Jateng terkepung banjir,” tutur Abdul Kholik.
Berikut rekomendasi dari WALHI Jawa Tengah terkait penanganan banjir Jateng:
1. Melakukan mitigasi yang tepat berbasis pendekatan bottom-up untuk mengurangi kerugian ekonomi masyarakat seperti pembuatan satgas banjir, informasi yang mudah diakses, penyediaan logistik dan informasi dsb.
2. Hentikan alif fungsi lahan di daerah atas karena merupakan wilayah tangkapan air yang bisa menyerapkan air ke dalam tanah dan mengurangi beban limpasan air ke daerah bawah. Kurangi alih fungsi lahan untuk tambang, real estate, dan peruntukkan lainnya. Ini jadi permasalahan banjir bersifat struktural ditengarai peruahan lahan yang dikuasai kelompok kuat atas korban kelompok lemah.
3. Memperbanyak ruang terbuka hijau yang merata di wilayah perkotaan yang tidak hanya estetik tetapi juga dapat menampung air ketika hujan.
4. Setiap kebijakan pemerintah harus mengarusutamakan perspektif ekologis dan berdasar pada kondisi nyata darurat banjir Jawa Tengah. RTRW harus mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Wilayah pesisir utara Jawa Tengah sudah sangat terbebani sehingga pembangunan industri akan memperparah banjir dan menyingkirkan masyarakat pesisir.
5. Solusi penanganan banjir jangan terbatas wilayah administratif, perlu kolaborasi antar pemerintah daerah untuk penyelesaian permasalahan DAS karena alam membentang tak mengenal batas wilayah.
6. Pembatasan ektstraksi air tanah yang menyebabkan penurunan tanah. Dengan menerapkan pajak air tanah, pemerintah harus bisa memulihkan lingkungan akibat intrusi air laut yang mencemari air masyarakat.
7. Permasalahan banjir bersifat struktural ditengarai peruahan lahan yang dikuasai kelompok kuat atas korbas kelompok lemah.
8. Lakukan pengerukan sungai yang mengalami sedimentasi
9. Buat dan luka laporan investigasi banjir kepada publik dan berikan ruang publik untuk mendiskusikan dan mencari solusi bersama.