Penawanagan Tolak Tambang Material Bendungan Jragung

Aksi damai sampaikan aspirasi ketika peninjauan lapangan oleh OPD Kab. Semarang

Semarang, 25 Mei 2022. Dua Ratusan warga Desa Penawangan, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang melakukan aksi penghadangan peninjauan lokasi dan penolakan rencana pertambangan untuk proyek strategis nasional Bendungan Jragung. Aksi penghadangan pihak pemerintah dan aparat yang akan melakukan peninjauan lokasi penambangan ini dilakukan dengan cara membentangkan berbagai poster penolakan dan orasi. Tinjauan lapangan ini diadakan terkait permohonan fasilitasi PT Joglosemar Purnama Jaya selaku Pelaksana Pembangunan Proyek Bendungan Jragung. Pada awalnya peninjauan lokasi ini akan dilakukan oleh 12 Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) Kabupaten Semarang yaitu Ka. BBWS Pemali Juana, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Kab. Semarang, Kepala DPU, Kepala DLH, Kepala Barenlitbangda Kab. Semarang, Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Ketahanan Pangan, Kepala DPMPTSP, Kepala Dispermasdes, Kepala Bagian Tapem Setda Kab. Semarang, Kepala Bagian Administrasi Pembangunan Setda Kab. Semarang, Camat Pringapus, dan Kepala Desa Penawangan. Namun akibat aksi ini, peninjauan hanya dihadiri oleh Kepala Dusun Secang dan Punden Desa Penawangan, Koramil dan Polsek Pringapus pukul 10.50 WIB.

Penolakan oleh warga Penawangan dilakukan karena lokasi yang akan ditambang adalah persawahan milik warga dan tanah bengkok (tanah kas desa) yang mengandung banyak mata air yang menjadi sumber penghidupan warga selama ini. Tanah bengkok ini tak hanya dikerjakan oleh perangkat desa namun disewakan juga kepada warga yang tidak memiliki sawah. Selain itu, penambangan ini juga dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan lingkungan Desa Penawangan untuk kedepannya karena tanah Penawangan merupakan tanah mudah longsor.

Berbagai tuntutan warga di sampaikan dalam aksi tersebut, antara lain:
1. Hentikan semua rencana penambangan di Desa Penawangan
2. Menolak aktivitas peninjauan lokasi di Desa Penawangan yang akan dijadikan lokasi Tambang
3. Warga tidak akan menjual sawah, berapapun harganya
4. Menolak segala bentuk negosiasi dalam bentuk apapun
5. Pemerintah harus menyadari bahwa lokasi yang akan ditambang merupakan sumber penghidupan warga
6. Mendesak pemerintah untuk menghormati dan menghargai keputusan ini

Aksi damai ini berjalan lancar dan kondusif namun kehadiran perwakilan kepala dusun, koramil, dan polsek tidak membuat puas warga karena tidak bertemu langsung dengan pemangku jabatan terkait proyek ini sehingga warga mendesak untuk dapat menghadirkan lurah dan OPD lainnya untuk menemui warga dan melihat kondisi apa yang akan terjadi sebenarnya. Perwakilan koramil dan polsek pun menghubungi pihak terkait dan warga menunggu selama dua jam hingga Lurah Penawangan dan Camat Pringapus datang ke lokasi namun tidak disertai OPD Kab. Semarang.

Lurah Penawangan menyampaikan bahwa lurah akan melayani siapapun warga yang menginginkan tanahnya tidak dijual atau pun dijual.

“Sedoyo mawon kulo teburi, sing nolak nggih kulo teburi sing ajeng adol nggih kulo teburi”, jelas Sulistyo, Lurah Penawangan.

Pernyataan tersebut sontak membuat warga geram dan mendesak lurah untuk mengayomi warga menolak tambang material ini. Sahut-menyahut dan celetukan warga untuk mendesak lurah dan camat terdengar jelas dan lantang.

“Tidak mau jual sawah!”

“Berapapun harganya kami tidak menjual!”

“Tolak penambangan!”

Mengko arep mangan opo pak nak sawahe arep dikeduki, yungalah!”

Kerumunan yang terjadi di jalan sawah Dusun Secang, Desa Penawangan ini memantik perhatian banyak warga dari usia lanjut usia, tua, ibu-ibu, remaja, dan anak-anak ingin menuntut pihak desa dan bertanggungjawab agar bisa melindungi Desa Penawangan dari kehancuran lingkungan dan ancaman kehilangan sumber kehidupan. Warga juga membentangkan poster penolakan tambang di dalam kerumunan itu dan membentangkannya permanen di tepi sawah yang terbentang padi menguning yang siap untuk dipanen.

Warga terus mendesak pihak camat dan lurah namun lagi lagi yang terjadi dialog alot dan normatif, pihak lurah tetap melayani siapa saja yang akan tidak menjual maupun menjual sawah hak miliknya dan pihak camat akan menyampaikan apa yang terjadi ke pemerintah kabupaten.

Tugiyono, warga kelahiran Desa Penawangan, terus mendesak dan menegaskan kepada lurah dan camat untuk tidak melakukan percobaan apapun untuk menjual tanah bengkok dan sawah hak milik warga.

“Kami warga Penawangan sepakat untuk tidak menjual tanah sepetak pun, kami menolak segala bentuk negosiasi yang dilakukan oleh pihak desa, PT, atau siapapun itu untuk merayu warga menjual tanahnya, kami menolak adanya peninjauan lapangan lagi dilain waktu, intinya kami tidak ingin menjual tanah kami, titik,” tegas Tugiyono.

Meskipun lurah dan camat sudah hadir di lokasi peninjauan, namun warga sangat kecewa dengan pernyataan lurah yang tidak memihak warganya dalam mempertahankan tanah dan ruang hidupnya. Kekecewaan bertambah ketika OPD Kab. Semarang juga tidak menemui mereka karena warga sudah berekpektasi untuk menyampaikan keluhan dan keresahan ini kepada para pejabat secara langsung. Aksi berakhir pada sekitar pukul 15.10 WIB dan warga bubar meninggalkan lokasi peninjauan dan kembali ke rumah masing-masing.

Selain tuntutan dalam aksi tersebut, bapak Parnyo selaku warga menyampaikan dengan tegas bahwa warga tidak akan menjual tanah ini dengan harga berapapun dan menolak segala bentuk skema ganti rugi dan berharap kepada pemerintah untuk menghormati segala keputusan warga. Adetya Pramandira selaku staff advokasi dan kampanye Walhi Jawa Tengah dalam aksi tersebut menyampaikan bahwa warga memiliki hak untuk memperjuangkan lingkungan untuk generasi saat ini dan mendatang, hal tersebut harus dihormati oleh semua orang, termasuk pemerintah.

Desa Penawangan yang akan dijadikan lokasi tambang berada cukup jauh dari lokasi tapak Bendungan Jragung (± 10 km). Rencana Lokasi yang akan ditambang seluas 51,78 Ha yang semuanya merupakan sawah warga dan bengkok. Penambangan ini merupakan buntut dari rencana pembangunan waduk Jragung yang membutuhkan material bahan urug, yang rencananya akan diambil dari Desa Panawangan.

Narahubung:
Tugiyono : 0822 2187 4004 (Warga)
Adetya Pramandira: 0857 1287 0222 (WALHI Jateng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *