Oleh: Gusti (BEM Universitas Diponegoro)
Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Sesuai tujuan yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa hakikat pembangunan nasional adalah: mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.
Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) menyatakan bahwa pembangunan ditujukan demi terwujudnya kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana berkeadilan.. Suasana berkeadilan dalam konteks pembangunan merupakan pendekatan utama dari pembangunan nasional di Indonesia, yang mengandung arti: (1) Persamaan hak dan kewajiban. Semua lapisan masyarakat mempunyai peluang yang sama sesuai dengan kemampuan (capability), potensi (capacity), dan kebutuhannya (needs) dalam mewujudkan cita-cita pembangunan; (2) Efisiensi. Semua lapisan masyarakat melakukan aktivitas pembangunan secara efisien agar tidak mengganggu kesetimbangan pasar; (3) Kesinambungan pembangunan. Segenap sumberdaya pembangunan harus dimanfaatkan dan dilestarikan oleh seluruh rakyat demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat; (4) Masyarakat sebagai aktor. Masyarakat merupakan pelaku dan penggerak utama pembangunan baik pembangunan nasional (sektor-sektor nasional) maupun pembangunan daerah (sektor-sektor nasional di daerah); dan (5) Pemerintah sebagai fasilitator. Pemerintah merupakan penyelenggara negara yang memfasilitasi pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan sendiri oleh masyarakat (dalam arti luas baik yang belum maju maupun yang sudah maju, termasuk dunia usaha) dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan.
Konsep pembangunan infrasturtur merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang menjadi salah satu cara untuk menggerakan roda perekonomian nasional. Konsep pembangunan merupakan proses perbaikan berkesinambungan pada suatu masyarakat menuju kehidupan lebih baik atau lebih sejahtera. Pembangunan infrastruktur dapat dikatakan merupakan salah satu solusi paling penting bagi kesejahteraan rakyat. Namun, kebijakan dan arah gerak pembangunan berhubungan erat dari arah kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah. Dari berbagai kebijakan pembangunan, tidak sedikit pembangunan yang dinilai berdampak buruk pada lingkungan.
Rancangan Revisi Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2009 – 2029 telah disahkan menjadi Perda pada siding paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah pada 15 Oktober 2018. Sedangkan Raperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah 2018 – 2023 telah disahkan pada 18 Februari 2019. Pertanyaan yang muncul khususnya pada masyarakat Jawa Tengah adalah apakah kebijakan tersebut benar benar berpihak pada kepentingan masyarakat Jawa Tengah? Atau bagiaman apotensi bencana ekologi yang mengancam wilayah Jawa Tengah?
Sebagai penunjuk arah perencanaan pembangunan selama lima tahun kedepan, RPJMD Jawa Tengah, dinilai belum mempu menjawab permasalahan secara faktual denga napa yang terjadi di Jawa Tengah, terutama terkait mitigasi bencana dan penanggulangan kemiskinan. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan apakah rencana pembangunan infrastruktur sudah memperhatikan daya dukung dan terutama memiliki mitigasi risiko bencana. Sejauh mana strategi penanggulangan kemiskinan, dan sejauh mana RPJMD Jawa Tengah mengadopsi tujuan SDG’s? Memang dalam menemukan persoalan dan tantangan cukup berhasil, namun dalam konteks penyusunan strategi dan programnya masih belum tajam dan cenderunga masih konvensional,
Di samping hal tersebut, Jawa Tengah dihadapkan dengan berbagai permasalahan infrastruktur yang nyata. Salah satunya seperti proyek pembangunan Tol laut yang akan berintergrasi dengan tanggul laut, yang kemudian proyek ini terkenal dengan nama Tanggul Laut Semarang – Demak (TTLSD) yang samapi saat ini masih menjadi polemik. Pasalnya, pembangunan TTLSD ini menuai kekhawatiran karena dianggap tak menyelesaikan banjir air laut pasang (rob) terutama di Kota Semarang dan Demak. Proyek justru membebani lahan dan berdampak buruk terhadap lingkungan. Proyek ini juga dinilai akan ada banyaknya hutan mangrove yang berubah fungsi, bahkan ada banyak keragaman biota laut terdampak karena kondisi pembangunan ini. Proyek TTLDS yang digadang-gadang menjadi solusi ampuh dalam mengatasi banjir rob sebenarnya bukanlah solusi dalam penyelesaian masalah, melainkan memindah masalah. Akibatnya, wilayah yang akan terkena dampaknya adalah wilayah di sekitar Semarang, seperti, Demak, Kendal, Batang dan Jepara. Sebelum jadi saja, proyek ini sudah berencana merusak alam, yaitu dengan rencana penambangan pasir laut di Desa Balong, Jepara yang akan digunakan sebagai material urugan proyek TTLDS.
Dalam kerangka besar pembangunan di Jawa Tengah, kerusakan lingkungan bukan akibat dari pembangunan, melainkan syarat wajib dari pembangunan. Pada akhirnya pembangunan yang dibangga-banggakan akan hanya akan mengakomodir kepentingan swasta belaka, lantas apa gunanya pembangunan selama ini? Jika rakyat hanya sebagai penerima dampak, bukan penetima manfaat.